all information is for you

Total Tayangan Halaman

Followers

Sabtu, 14 April 2018

Anak Belajar, Keluarga Terlibat



sumber gambar: https://www.shutterstock.com
Dunia sangatlah keras. Banyak tuntutan untuk menjadi yang terbaik, menjadi yang nomor satu. Siapkah sang anak menghadapinya nanti? Mari kita berfikir sejenak. Setiap anak memiliki kemampuan dan keterampilan yang berbeda. Pemikiran, kesukaan, bakat, minat yang pasti juga berbeda-beda. Disini, sekolah bisa menjadi wadah dimana kecerdasan, bakat, dan minat anak tersalurkan. Sekolah juga disebut-sebut sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan formal yang bertujuan untuk mempersiapkan masa depan anak. Realitanya, sekolah tidak menentukan kesuksesan masa depan anak. Sekolah tidak menjamin sang anak akan siap menghadapi dunia luar nantinya. Maka dari itu, keluarga juga harus mengambil peranan penting dalam hal menyukseskan penyelenggaraan pendidikan bagi anak karena tanggung jawab tidak boleh hanya dibebankan kepada pihak sekolah.

Pemikiran kolot saat ini adalah urusan pendidikan anak biarlah sekolah yang menangani, orang tua tidak perlu ikut campur. Kenyataanya, peran orang tua dalam hal pendidikan anak sangatlah besar. Sekolah harus dapat melibatkan orang tua dalam program-program sekolah. Hal ini bisa dilakukan dengan melibatkan orang tua dalam komite, mengundang hadirkan orang tua pada acara-acara khusus, serta melakukan kunjungan untuk bisa berdialog dengan orang tua membahas permasalahan anak. Dengan demikian, anak-anak akan memiliki hasil akademis dan sosial yang lebih baik saat orang tua terlibat aktif dalam pendidikan dan aktivitas anak mereka di sekolah.

Perlu kita sadari, anak sudah hidup di zaman kekinian, dimana teknologi sudah berkembang dengan pesat. Kemajuan teknologi di era globalisasi saat ini menjadi bagian dari fenomena yang mempengaruhi tumbuh kembang anak. Misalnya saja dalam hal pendidikan, para guru sudah mengaplikasikan penggunaan internet sebagai sumber belajar bagi sang anak. Bahkan untuk berinteraksi sosial, sang anak sudah semakin dimudahkan dengan adanya berbagai macam media sosial untuk jembatan interaksi komunikasi untuk sesama. Selain itu, segala macam informasi juga mudah didapatkan dengan cara mengakses internet. Zaman kekinian saat ini benar-benar tidak memiliki batasan jarak sejauh mana sang anak ingin mengeksplor dunia melalui internet.

Namun, teknologi yang diciptakan untuk mempermudah kehidupan manusia dapat menjadi alat penghacur yang luar biasa layaknya pedang bermata dua. Karna internet pulalah banyak dampak negatif yang bisa menimpa sang anak seperti kasus pornografi, perjudian, kekerasan, penipuan, perundungan, dan lain sebagainya. Saat inipun banyak beredar tantangan-tantangan (challenge) di media sosial agar anak melakukan sesuatu yang dianggap keren dimana skip challenge adalah salah satunya. Tantangan tersebut dilakukan dengan menekan dada sekencang-kencangnya hingga pelaku pingsan. Namun, anak-anak justru menganggap hal itu keren, menantang, kekinian, dan tidak ketinggalan jaman. Fatalnya, skip challenge bisa menyebabkan kematian dan itu yang tidak disadari oleh anak-anak. Memberikan pengertian akan bahaya penyalahgunaan internet, memberikan pendampingan dan pemantauan kegiatan berselancar di dunia maya merupakan hal yang tidak bisa ditawar lagi. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir resiko dampak negatif yang nantinya bisa menimpa sang anak.

Pengawasan anak terhadap bahaya penyalahgunaan teknologi informasi haruslah berjalan. Perlu diingat bahwa secara rutin, anak menghabiskan waktunya di sekolah dan di rumah. Saat di sekolah, pengawasan dan pendampingan tentu menjadi tanggung jawab guru. Bagaimana saat dirumah? Maka, disinilah keluarga bisa mengambil peranan penting. Di luar aktivitas penyelenggaraan pendidikan formal bagi sang anak, orang tua bisa mengambil beberapa peran layaknya dalam aktivitas sekolah. Seperti halnya di sekolah, orang tua harus mampu berperan sebagai pengawas, guru, dan, sahabat bagi sang anak.

Seorang pengawas memiliki tugas memantau, mengawasi dan menegur saat anak melakukan sesuatu yang dianggap salah. Bukan menghakimi bahkan menyalahkan, tapi harus membenarkan. Membenarkan bisa diartikan meluruskan. Dengan kata lain, jika anak melakukan kesalahan, maka orang tua harus memperbaiki bagaimana hal itu harusnya dilakukan. Zaman sudah berbeda, memarahi anak justru akan membuat sang anak membenci kita. Melarangnya hanya akan membuat anak semakin ingin melakukannya. Sebenarnya yang diperlukan hanyalah memberi pengertian. Sang anak perlu diberikan pengertian akan dampak apa yang akan mereka dapatkan jika hanya mengakses dan menggunakan informasi yang mereka dapatkan tanpa adanya pemahaman dan evaluasi terhadap informasi tersebut. Hal ini melatih anak untuk mampu berfikir kritis. Anak harus belajar dari pengalaman sehingga nantinya mampu memecahkan masalahnya sendiri. Sehingga nanti, saat sang anak sudah tidak dalam pengawasan guru maupun orang tua, kita akan tau bahwa sang anak akan baik-baik saja dengan teknologi informasi di genggamannya.

Sebagai sosok guru, maka peran orang tua adalah sebagai contoh dan panutan bagi anak. Seperti halnya peribahasa yang mengatakan bahwa “buah jatuh tak jauh dari pohonnya”. Peribahasa ini menggambarkan realita bahwa sifat dan perilaku anak tidak jauh berbeda dengan orangtuanya. Cukuplah peribahasa tersebut menjadi patokan bagi keluarga untuk turut serta dalam hal mendidik anak. Keluarga memiliki kemampuan menumbuhkan sosok anak seperti apa yang ingin mereka tumbuhkan nantinya. Layaknya bibit tanaman yang harus rajin disiram, dipupuk dan dirawat untuk tumbuh subur dan menghasilkan buah yang rimbun. Perlu diingat bahwa anak sedang dalam proses belajar sehingga pendampingan yang intensif perlu dilakukan seperti halnya poin di artikel yang berjudul  "Anak: Ilmu Pengetahuan yang Terus Bergerak" yang terdapat di laman sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id. Selain itu, anak akan meniru apa yang mereka lihat. Maka, keluarga perlu memberikan contoh yang baik bagi anak dalam hal pemanfatan teknologi.

Sosok seorang sahabat bagi anak juga bisa diperankan oleh orang tua. Sahabat adalah sosok yang menemani. Seringkali di era saat ini, teknologi mampu menciptakan kepibadian anak yang cenderung cuek dan individualis. Anak lebih memilih bermain handphone dibandingkan dengan bermain dengan anak-anak sebayanya. Sebelum hal itu menjadi suatu hal yang lumrah, orang tua bisa mencegahnya dengan berperan sebagai sahabat bagi sang anak. Orang tua perlu mengajak anak bermain, berdialog, melakukan pekerjaan rumah bersama seperti membereskan kamar, berkebun, dan kegiatan bersama lainnya. Mari membangun komunikasi yang baik dengan anak. Tanyakan kabar mereka sepulang sekolah, tanyakan ada PR apa hari ini, tanyakan bagaimana sekolah hari ini. Dengan komunikasi yang lancar antara orang tua dan anak, maka kemungkinan karakter cuek dan individualis yang bisa tumbuh pada diri sang anak akan mampu diminimalisir.

Keterlibatan orang tua dalam penyelenggaraan pendidikan perlu diwujudkan. Program-program sekolah harus bersinergi dengan keterlibatan orang tua di dalamnya. Tata-tertib sekolah yang mengharuskan siswa datang tepat waktu untuk mengikuti pelajaran akan berjalan dengan baik jika orang tua ikut bekerjasama menyukseskannya dengan cara membangunkan anak lebih awal agar tidak terlambat hadir di sekolah. Contoh lainnya adalah orang tua turut memantau pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru. Hal ini bisa dilakukan dengan bertanya apakah ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan? Apakah ada tugas yang harus dikumpulkan? Apakah ada ulangan besok? Dengan demikian, tidak akan ada alasan lupa mengerjakan pekerjaan rumah dan tidak akan ada alasan lupa jika besok akan diadakan ulangan. Keterlibatan orang tua dalam hal pendidikan akan sangat membantu kesuksesan belajar anak di sekolah.
#sahabatkeluarga

1 komentar: